Menolong Mahasiswa yang Bodoh
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
“Kebodohan
seorang pelajar terlihat pada saat dia mengaca. Kesepian halusinasi melanda
sedang menyapa siapa dirinya” – Kristian Ndori.
Akhir-akhir
ini saya sering membaca beberapa peristiwa-peristiwa gaduh yang dilakukan oleh
beberapa orang pelajar yang kurang ajar. Ada kasus pembunuhan,perkelahihan
bahkan perzinaan. Adapun kasus-kasus serupa dilakukan dalam keadaan sadar
maupun tanpa sadar. Ini rasanya seperti lawakan pelajar terhadap sebuah lembaga
yang ditumpanginya. Mengapa saya katakan “Kurang Ajar”? disamping kurang
senonoh keterlibatan pengajar juga berpangkal pada ketimpangan itu. Kegagalan
akan hal kepengawasan juga sangat berdampak. Meskipun berada diluar dugaan.
Membaca dari kasus Pembunuhan yang terjadi di salah satu kampus di Kota Malang
baru-baru ini,membuat saya begitu shock. Ini dikarenakan adanya oknum
pelajar yang masih berada pada kantong kebodohan. Cekcok yang terjadi antar
pelajar ini berawal dari sebuah serial pesta yang diadakan karena selamatan dan
syukuran disalah satu kafe yang usai wisuda pada Juni lalu. Korban dikeroyok
hingga tewas dan tragisnya perselisihan ini dilanda sesama suku dari Nusa
Tenggara Timur tepat di jalan Karyawiguna belakang kampus Muhammadiyah Malang.
Dilangsir dari Kompas.com bahwa adanya penyimpangan seksual yang dilakukan
mahasiswa UGM di lokasi KKN. Ketimpangan ini dilakukan di sebuah rumah Kades di
Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
Dari kedua
kasus diatas kita bisa melihat seperti apa kualitas beberapa oknum pelajar yang
terhimpit dalam jeratan ketololan. Apakah ini merupakan hasil yang mereka
peroleh dari sebuah lembaga pendidikan ataukah ini datang dari individual
masing-masing. Jika ini merupakan sebuah hasil pencernaan dari apa yang didapatkan
dari kampus kemudian dipaparkan oleh oknum mahasiswa ini yang juga merupakan
dampak dari lingkungan kampusnya juga maka perlu adanya perbaikan jalan untuk
merenovasi sistem birokrat kampus itu. Jika hal ini berbalik datang dari
kepribadiannya maka itu adalah bunga kedunguannya. Tanpa berpikir panjang
mengenai jerih payah dan perjuangan orang tua membiayai mereka untuk merayap
ketangga masa depan yang gemilang. Ambiguitasnya terlalu merona sehingga
kebingungan menerpa dan menetap. Terkadang kita terlalu percaya diri bahwa
omongan teman adalah jalan terbaik. Teman yang baik adalah mereka yang
mengajarkan hal-hal yang produktif dan bermanfaat bukan produktif untuk
menjerat dan menyeret kedalam stigma non-kebajikan. Penyalahgunaan lingkungan
juga acap kali ditangiskan. Paradigma pendidikan hampir tercoreng karena
kebablasan mahasiswa dalam mewarnai habitat.
Dewasa
ini,banyak sekali mahasiswa yang berpuas diri dan merasa hebat dengan suatu hal
yang belum mereka kuasai sepenuhnya. Hal ini seperti yang saya temui diberbagai
circle. Mereka merasa hebat ketika terikat dengan puluhan organisasi
yang bahkan mereka sendiri tidak paham apa visi dan misi dari organisasi yang
dianutnya itu. Pernah suatu ketika saya berbincang dengan orang yang baru mulai
tekun membaca tapi hanya untuk menyerang orang-orang yang belum sepemahaman
denganya. Dia tetap memaksa agar orang itu menjiblak pembicaraannya dan
diwajibkan untuk mengatakan bahwa dia sangat hebat disamping itu. Hal ini
sangat mengganggu kredibilitas seorang pelajar yang bersungguh-sungguh untuk
berevolusi.
Kita sendiri
tau bahwa lebih banyak mahasiswa yang belajar otodidak dibandingkan
mendengarkan dosen sedang mengajar dalam ruangan kelas. Itu adalah masalah
serius bagi pihak kampus. Namun lembaga seolah tidak memperdulikan itu mereka
hanya menjalankan tugas dan berpeluk pada pekerjaannya saja. Disisi lain,
mahasiswa memanfaatkan istilah “Dosen jarang masuk” sebagai fenomena yang
sangat idealis. Agar mereka bisa menjalankan habbit yang tidak bermanfaat
dengan lancar dan tenang contohnya seperti bermain game tanpa kenal waktu
(tidak istirahat). Waktu mereka terbuang sia-sia. Daripada melakukan riset dan
menggali ilmu yang belum mereka ketahui,lebih baik rebahan sambil bermain game
biar tidak pusing. Tolol!
Hal serupa
juga terjadi pada pembekuan bakat dan minat karena sebuah organisasi yang masih
melilit pada istilah “kanda-dinda”. Sebenarnya ini masuk dalam konsep
diskriminasi yang abstract. Himpunan yang dibangun untuk bergotong-royong hanya
berpihak pada mereka yang lebih dominated daripada mereka yang hanya
datang untuk mengisi bangku kosong. Dan itu bahkan bertahun-tahun dibiarkan.
Disini saya tidak menyalahkan organisasi-organisasi tetapi sistem birokrat
dalam berorganisasi yang saya serang. Agar tercerahkan untuk mengajak mereka
bersama-sama bangkit dan tidak menjadi Hama-siswa. Mahasiswa yang bodoh
hanya tau memuji orang lain tanpa merehabilitasi dan melakukan revolusi
terhadap dirinya sendiri. Saya senang ketika membaca buku karya Muhammad Rafi
Azzamy yang menulis buku “Panduan Melawan Sekolah”. Dia mendobrak dan
mengkritik sistem dan aturan lembaga pendidikan yang menurutnya sangat tidak
masuk akal.
Sembari
berguling dialas ilmu pengetahuan kita juga harus perlu melihat kebelakang,dan
bertanya siapakah orang yang menopang saya saat ini. Karena sesungguhnya kita
tidak peduli dan sadar akan keberpihakan kita. Tindakan-tindakan asusila yang
dilakukan oleh beberapa oknum pelajar seperti kedua kasus diatas juga dapat
dipengaruhi dan bahkan tidak lepas dari identitasnya ; latar belakang
kepribadiaanya. Seperti yang dikatakan oleh seorang sahabat saya Miri Paryas
yang juga seorang penulis dan aktivis yang mengangkat pandangannya terkait
kebodohan. Kebodohan adalah hal yang paling krusial yang ada disetiap manusia
dan susah sekali untuk dibasmi. Hal demikian yang akan menimbulkan tindakan
asusila dirana publik dengan label pendidikan. Juga pendidikan dan pengetahuan
haruslah menjadi episentrum bagi setiap orang agar dia berakal akan mandat
hidupnya diberbagai kondisi. Nah, bisa kita simpulkan bahwa konteks politik
juga menari-nari dalam amoralitas kasus-kasus yang terjadi di lingkaran
kemahasiswaan. Namun,sistem pendidikan yang berlaku dinegeri ini,bukanlah
pendidikan yang dicita-citakan oleh payung pendidikan itu sendiri dalam
menjadikan manusia yang seharusnya,akan tetapi berbanding terbalik. Bebeda
dengan orang yang kondisi pengetahuannya minim yang akan bersifat egois dan
tidak percaya pada kepekaan,orang yang banyak ilmu pengetahuannya pun sudah
mencapai puncak pengetahuannya akan bersifat rasioanal serta lembut perilakunya
dan tutur perkataanya tapi tidak terlepas dari pikiran kritisnya itu sendiri.
Kurangnya
minat baca juga berdampak besar bagi para mahasiswa. Sangat sedikit siswa yang
menghabiskan waktu di-perpustakaan kampus maupun kota. Lebih indah jika
bergaung dengan kawan sembari bermain game di sebuah kafe daripada ke
perpustakaan bagaikan orang lugu yang tolol menurut pandangan sesatnya.
Kesimpulannya
adalah mahasiswa yang bodoh akan tetap menjadi bodoh dengan egoisme-nya. Mereka
akan bertambah banyak dan bisa menguasai rana kampus jika tidak ada pertolongan
awal dari orang terdekat setelah dirinya sendiri melepas hak-nya. Lama-kelamaan
akan menjadi habbit yang dibudidayakan oleh diri mereka sendiri.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar