Aku dan Romana-Ku
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Gemerlap malam ini lebih memekat dibandingkan dengan daluh-daluh sebelumnya. Malam yang penuh kerisauan. Cumbu filosofi datang berantara, menubruk gelang kegelisahan.
Hari ini
benar-benar rindu. Aku rindu merdu suaramu, aku rindu sapaanmu,aku rindu
nyanyianmu,aku rindu hidangan masakanmu,aku rindu canda tawamu,aku rindu renunganmu,aku
rindu tangisanmu,aku rindu wangi badanmu,aku rindu ruang diskusimu,aku rindu
nasihatmu,aku rindu teguranmu,Mama.
Selalu terngiang
parasmu disetiap selah jalan yang aku jalari. Kau hanya tersenyum dan sesekali
kau terpaku menatapku dari jendela duniamu.
Kami percaya
bahwa engkau sedang menjaga kami. Kami sangat merindukanmu, Mama. Gulita
kali ini membuat aku sedikit tertekan. Mengingat semua kenangan bersamamu. Kami
merindukan jaga dan tawamu. Terpaan gurauan seperti dipinjamkan. Kami merasa
gugur tanpa keriput dan keringatmu Romana. Hari demi hari batin-ku menangis
seakan masih tak percaya bahwa kau telah tiada. Langkah-langkah kami selalu dihantui
bayanganmu. Kami sangat merindukanmu.
Aku rindu
rayuan. Aku rindu suruhan. Aku rindu pijatan. Aku rindu masakanmu. Kami hanya
bisa meratap bahwa kasih dan cintamu penuh dengan bekasan. Malam ini aku
termenung, seakan mendengar bisikan-bisikan yang pernah kau ucap di waktu lalu.
Berbaring mamantau angkasa hingga tak kuasa menahan air mata. Hati dan tangan
bergandengan memaksaku untuk meluapkannya ditulisan ini. Berpikir bahwa ini
adalah tempat aku meneduhkan sengatan usik yang hampir setiap waktu melintas di
dahi-ku. Siang tadi aku melihat ada tulisan yang melintas disebuah laman yang bertuliskan
;
“ makanan
favorit ibu adalah kepala ikan,sisanya punya-ku”
Aku menatap
baca tulisan ini selama hampir dua puluh menit. Terharu dan tercengang
mengingatmu. Kalimat ini berlangsung ketika ibu memotong seekor ikan dan
membagikannya kepadaku. Benar-benar nyata! Aku mengingat segalanya tentang-mu. Aku
adalah bukti semuanya tentang mu.
Beberapa hari
lalu aku melihat ada seorang nenek sedang berjualan kopi di depan gang masuk
menuju sebuah perkampungan. Aku menatapnya sekejap dan mengajaknya berbincang. Aku
membayangkan setiap ucapan dan senyumannya adalah dirimu. Karena aku sangat
ingin melihat keriput kulitmu. Uban rambut dan bungkuk punggungmu. Mama, air
mata ini tak bisa ditahan lagi.
Sampai detik
ini aku masih merasakan deruhmu. Kau tak jauh dari lingkupku. Kau selalu bersemari
bersamaku. Kemana dan dimanapun aku, kau selalu menghinggapiku, Romana-ku.
Entalah ada
apa dengan kebaradaanmu. Siapa lagi yang harus kami takutkan di dunia ini? Kematian?
Kehidupan? Tidak. Hanya padamulah kami harus takut. Untuk apa kami takut pada
hidup dan mati sedangkan rahim kami sudah tiada. Tuhan Allah-lah yang kami
takutkan. Kami masih mengingat senjata kehidupan yang engkau canangkan dalam
benakku.
“Jikalau suatu saat kau keluar jauh dari
rumah, janganlah mengambil barang orang lain yang mana itu bukan milikmu, janganlah berkata bohong terhadap
orang lain,selalu rendah hati dan bersikap sabar, ingat itu nak kita orang
susah, jangan buat keluarga kita malu karena perbuatan kalian.”
Kata-kata
ini adalah sebuah amunisi yang diberikan ibu untuk berperang melawan kenyataan
hidup. Berbagai pulau aku lalui,berbagai kota dan perkampungan aku ngitari, hanya
bermodalkan amunisi ibu yang ampuhnya seperti di kehidupan imajinasi. Alhasil aku
sudah menjadi aku yang sekarang.
Perjalanan panjang
yang aku lalui tanpa kabar darimu, membuat hati dan pikiranku sesekali menyapa,
untuk apakah ini semua?
Kami menangis
bersama didepan altar kuburanmu, jemari berteriak merekam seduh isakan. Mengelus
rumah barumu dan menghiasinya dengan serpihan bunga. Entah bahagia apakah ini?
Bagaikan mimpi
buruk yang datang menghampiri. Penuh girangan keheranan. Sontak merasa
terjebak. Semua badan diterpa gemetar dan kehilangan segala rasa. Panik usai
berlalu, bertekuk lutut dan memohon agar yang kuasa mengasihi dan memberi
keajaiban. Tapi tak kuasa dan hanya kepasrahanlah yang bisa kami haturkan. Ujian
yang sangat kejam.
Untukmu, malam
ini aku sedang meratapimu.
Aku sedang
membaringkan bisikanmu,
Aku sedang
bermain dengan batangan krayonmu,
Aku sedang
menggambar deruh letihmu,
Semua itu
aku lakukan dalam jembatan kasih-mu.
Sembari mengulik kembali canda dan tawamu, aku jadi teringat tentang semua kebohonganmu kepada kami. kau selalu berbohong bahwa kau tidak lapar dan membiarkan kami menghabiskan semua makanan yang ada, kemudian kau bertanya tentang lezatnya makanan itu. Sembari tersenyum kau menutupi rasa perih kelaparanmu. Kau wanita hebat!
Kau melakukan segala hal tanpa berkeluh kesah. Kau melakukannya dengan tulus. Kau menggendongku sembari menyiram. Kau menyusuiku sembari mencuci. Kau sangatlah indah. Kau sangat tulus, melakukannya tanpa kesepakatan janji. Dalam kemuliaan hati kau pantas disebut Bidadari. Nyawa yang tak pernah adalah nyawa Ibu.
Dirimu adalah bauh pendidikan pertama bagi kami. Kau mengajari kami merangkak,duduk,berdiri,dan berlari. Semua itu kau ajari dengan kasih dan tak kenal lela. Tanpa memikirkan balasannya untukmu. kesabaranmu tidak bisa diuji dengan sebuah mesin ataupun benda buatan manusia tetapi kesabaranmu hanya bisa diuji dengan ingatan dan cinta. Kaulah pengorbanan yang sesungguhnya.
Mengingat Lupa!
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar